BERSEMANGAT DAN SELALU MINTA TOLONG KEPADA ALLAH
Selasa, 15 Desember 2015
/
No Comments
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb seluruh alam. Aku
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah,
tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan utusanNya semoga shalawat Allah serta salamNya tercurah atas beliau,
keluarga dan seluruh sahabatnya.
Ya Allah, ajarilah kami perkara yang bermanfaat untuk kami,
tambahkanlah manfaat pada ilmu kami dan tambahkanlah untuk kami ilmu
serta jadikanlah ilmu yang telah kami pelajari menjadi hujjah yang akan menyelamatkan kami, bukan hujjah yang menjerumuskan kami, wahai Dzat Yang Maha Agung lagi Maha Mulia.
Amma ba’du
Saudara-saudaraku yang mulia, pembahasan ini adalah seputar sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah.”
Potongan hadits tersebut merupakan bagian dari sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari hadits Abu
Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ
إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ
عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ
أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا.
وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ
عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai
daripada seorang mukmin yang lemah, dan masing-masing berada dalam
kebaikan. Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat
bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap
lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu katakan: ‘Seandainya
aku berbuat demikian, pastilah akan demikian dan demikian’ Akan tetapi
katakanlah: ‘Qoddarallah wa maa syaa fa’ala (Allah telah mentakdirkan
hal ini dan apa yang dikehendakiNya pasti terjadi)’. Sesungguhnya
perkataan ‘Seandainya’ membuka pintu perbuatan setan.” (HR. Ahmad 9026, Muslim 6945, dan yang lainnya).
Sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama, hadits ini mencakup kalimat-kalimat jaami’ (kalimat yang ringkas namun sarat makna), menjadi dasar-dasar agama yang agung, serta mengandung banyak pelajaran.
Kita fokuskan kajian kita untuk penggalan sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Bersungguh-sungguhlah pada perkara yang bermanfaat untukmu dan mintalah pertolongan kepada Allah’.
Kalimat ini adalah kalimat jaami’ yang sangat bermanfaat
serta berfaidah, di dalamnya terkandung sumber kebahagiaan bagi seorang
hamba baik untuk kehidupan dunianya maupun kehidupan akhiratnya. Dalam
hadits ini juga terdapat perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
merupakan dua landasan yang agung serta pondasi yang kuat dimana tidak
ada kebahagiaan dan keberuntungan bagi seorang hamba di dunia maupun
akhirat kecuali dengan melaksanakan kedua perkara tersebut.
Perintah pertama terdapat pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Bersungguh-sungguhlah
pada perkara yang bermanfaat bagimu’. Dalam perkataan ini terdapat
anjuran untuk mencurahkan segala bentuk sebab yang bermanfaat yang
berfaidah bagi seseorang baik untuk perkara agama maupun dunianya.
Perintah kedua terdapat pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Mintalah
pertolongan kepada Allah’. Dalam perkataan ini terdapat perintah untuk
tidak berpaling dan bersandar kepada sebab-sebab, serta perintah untuk
bersandar dan tawakkal yang sempurna kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dengan meminta pertolongan kepadaNya, taufiqNya dan meminta agar senantiasa diluruskan.
Perkataan beliau dalam hadits ‘Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu’,
perkara-perkara yang bermanfaat yang diperintahkan hadits ini untuk
bersungguh-sungguh di dalamnya mencakup perkara yang bermanfaat dalam
urusan agama maupun dunia. Hal ini karena seorang hamba membutuhkan
perkara-perkara dunia sebagaimana dia membutuhkan perkara-perkara agama.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan
umatnya untuk bersungguh-sungguh pada perkara-perkara yang bermanfaat
baginya baik itu dalam perkara agama maupun dunianya. Beliau juga
mengarahkan agar menyertai kesungguhan tersebut dengan cara mengambil
berbagai sebab serta mencurahkan segala kemampuannya untuk menempuh
jalan-jalan yang benar serta jalan-jalan yang lurus yang akan
mengantarkannya untuk sampai kepada tujuan-tujuan yang agung, dan
hendaknya semua itu disertai dengan meminta pertolongan kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala.
Karena seorang hamba tidaklah mempunyai daya serta kekuatan kecuali
dengan pertolongan Allah. Dan apa saja yang dikehendaki Allah pasti
terjadi sedang apapun yang tidak dikehendakiNya tidak akan terjadi.
Perkara-perkara yang bermanfaat yang berkaitan dengan urusan agama
kembali kepada dua landasan yang agung, yaitu Ilmu yang bermanfaat dan
amal yang shalih. Firman Allah Ta’ala:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah Dzat yang telah mengutus RasulNya dengan membawa Al Hudaa
(petunjuk) dan Ad-Diinul Haqq (agama yang benar) untuk mengalahkan
semua agama yang lainnya.” (Qs Ash Shaff: 9).
Yang dimaksud dengan Al Hudaa di sini adalah Ilmu yang bermanfaat, sedangkan yang dimaksud dengan Ad-Diinul Haq adalah amal shalih.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diambil dari Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alihi wa sallam.
Dia adalah ilmu yang dapat membersihkan hati, memperbaiki jiwa, serta
dapat merealisasikan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Yang seharusnya
memotivasi hamba untuk bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu yang
bermanfaat. Dan menjadikan setiap hari dari hari-harinya suatu bagian
untuk mencari ilmu ini. Tidak sepantasnya bagi seseorang salah satu
harinya ada yang kosong dari aktivitas menuntut ilmu yang bermanfaat.
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau setiap hari
setelah selesai melaksanakan shalat shubuh berdo’a (artinya): “Ya Allah
sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik
dan amal yang diterima.”
Hal ini menunjukkan bahwasanya ilmu yang bermanfaat merupakan target
harian seorang muslim yang paling besar. Tidak sepantasnya seorang
muslim melewatkan salah satu hari dari hari-harinya tanpa memperoleh
ilmu yang bermanfaat di dalamnya. Sepantasnya seorang muslim menyusun
jadwal khusus untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat di setiap
hari-harinya, sehingga dia akan memperoleh sebagian dari ilmu tersebut
meskipun hanya sedikit, dan dia tidak akan kehilangan kesempatan
memperoleh ilmu yang bermanfaat di setiap harinya.
Kemudian, bersungguh-sungguhlah untuk beramal, karena amal adalah tujuan dari ilmu. Sebagaimana perkataan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu:
“Ilmu memanggil untuk diamalkan, jika panggilan itu disambut maka ilmu
akan tetap, namun jika panggilan itu tidak disambut maka ilmu akan
pergi.” Maka bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan bagian amal yang
akan mendekatkan dirinya kepada Allah subhaanahu wa ta’ala.
Perkara yang paling penting dalam hal ini adalah perhatian seorang hamba
terhadap perkara-perkara fardhu dalam agama dan kewajiban-kewajibannya.
Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
Artinya:“Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai daripada perkara-perkara yang telah Aku
wajibkan kepadanya.” (HR Al Bukhari)
Tidak pantas bagi seorang yang beriman membiarkan hari-harinya
berlalu dalam keadaan dia meremehkan kewajiban-kewajiban yang diberikan
Islam kepadanya. Bahkan wajib baginya mengisi setiap hari-harinya dengan
segenap kesungguhan untuk memperhatikan kewajiban-kewajiban tersebut
dan bersungguh-sungguh untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
Termasuk dalam pembahasan ini adalah seseorang menjauhi perkara haram
dan membenci perbuatan dosa, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala
dan dalam rangka mencari keridhaan-Nya serta sebagai bentuk rasa takut
akan siksaan Allah Yang Maha Luhur di dalam ketinggian-Nya.
Berkaitan dengan manfaat-manfaat duniawi bagi seorang hamba, terdapat
sebuah hadits yang mendorong untuk bersungguh-sungguh memperolehnya.
Sesungguhnya sabda Rasulullah (artinya), “Bersungguh-sungguhlah pada perkara yang bermanfaat bagimu,” mencakup
perkara yang bermanfaat dari perkara-perkara dunia sebagaiamana hadits
ini mencakup perkara yang bermanfaat dari perkara-perkara agama dan apa
saja yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Seorang hamba sangatlah butuh terhadap dunia, dimana hal ini
merupakan sebab untuk terrealisasikannya berbagai kemaslahatan dan
tujuan-tujuan agama. Maka sepantasnya hal itu diperhatikan, akan tetapi
perhatian ini jangan sampai menghalangi perhatiannya akan tujuan
penciptaan dirinya yaitu sebagai seorang hamba Allah Tabaaraka wa Ta’ala sebagaimana terdapat dalam firman Allah,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”(QS Adz Dzaariyaat:56)
Oleh karena itulah hadits ini merupakan bagian dari kalimat Jaami’-nya Nabi yang mulia semoga shalawat,
salam dan barakah Allah tercurah atasnya. Hadits ini penuh dengan
berbagai faidah yang agung, peringatan yang berharga yang sangat
dibutuhkan oleh seorang muslim karena berkaitan dengan perkara-perkara
agama dan dunianya.
Aku memohon kepada Allah Yang Maha Mulia semoga Dia memperbaiki
agamaku dan agama kalian dimana hal itu merupakan penjaga semua perkara
kita. Semoga Dia memperbaiki dunia kita yang merupakan tempat kehidupan
kita. Semoga Dia memperbaiki akhirat kita yang merupakan tempat kembali
kita. Semoga Dia menjadikan kehidupan ini menjadi penambah kebaikan bagi
kita dan menjadikan kematian sebagai peristirahatan dari segala bentuk
keburukan.
Sesungguhnya Dialah Allah Tabaaraka wa Ta’ala Dzat Yang Maha
Mendengar do’a, Dia-lah tempat menggantungkan harapan, Dia-lah yang
mencukupi kita dan Dia-lah sebaik-baik tempat bergantung.
Wallahu Ta’ala A’lam
Semoga shalawat serta salam Allah tercurah atas hamba dan
Rasul-Nya Nabi kita Muhammad, para keluarganya dan sahabat-sahabatnya
semuanya.
Wassalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh.
————————————————————————-
Diterjemahkan dari ceramah singkat Syaikh Abdurrazzaq bin ‘Abdulmuhsin Al ‘Abbad hafidhahullah yang berjudul “Ihrish ‘alaa maa yanfa’uka” (http://al-badr.net/detail/y3VIk2BKA1)